Cara termudah untuk menghancurkan anak adalah dengan memberitahunya, kamu harus belajar dengan keras. Kamu hanya bisa menemukan pekerjaan yang baik jika belajar dengan tekun, dan hanya dengan menanggung penderitaan, kamu bisa menjadi orang yang unggul. Tapi sayangnya, setiap orang tua yang gagal sangat suka mengucapkan kalimat ini. Kamu harus ingat, anak itu seperti selembar kertas putih, apa yang kamu definisikan, dia akan percaya. Jika kamu mendefinisikan belajar itu pahit, menyebalkan, dan melelahkan, maka dia akan merasa itu pahit. Dalam hidup ini semua hal adalah belajar, kamu berpakaian adalah belajar, kamu bermain basket adalah belajar, kamu berbicara adalah belajar, kamu berkencan adalah belajar, kamu bergaul adalah belajar, bermain game juga belajar.

Hanya saja orang tua sengaja memisahkan belajar dari buku dan belajar dari masyarakat, hal lain tidak pahit, tapi belajar saja yang terasa pahit. Jadi anak tidak mau belajar, begitu kamu mengatakan bahwa belajar itu pahit, kamu telah menghancurkan bagian terpenting dari belajar mereka. Memang, mengapa saya harus tertarik padanya? Manusia itu malas, saya apa haknya tertarik padanya? Kalau mereka sangat suka belajar tapi kehilangan minat, maka semua usaha harus didukung oleh keinginan. Tapi jika hanya mengandalkan keinginan, berapa lama mereka bisa bertahan? Seperti kamu jelas tidak menyukai orang ini, tapi harus hidup bersamanya seumur hidup, itu akan sangat menyakitkan.

Jadi, anak-anak yang mendapatkan pendidikan seperti ini, tidak akan pernah memiliki konsep belajar seumur hidup, karena belajar seumur hidup sama dengan menderita seumur hidup. Mereka berpikir bahwa alasan mereka belajar selama sepuluh tahun adalah karena setelah lulus bisa membuang buku itu, kekayaan dan kemuliaan seperti yang kamu lihat, kebanyakan anak-anak setelah ujian masuk perguruan tinggi, dengan semangat merobek buku mereka sendiri, rasanya sangat menyenangkan, mereka merasa bebas, tapi melakukan hal seperti itu tidak benar, karena persepsi mereka salah. Mengapa persepsi mereka salah? Karena itu adalah pandangan yang salah yang kamu tanamkan padanya, bagaimana seharusnya belajar? Belajar harus menyenangkan, harus tanpa jejak, harus dari hati yang tulus.

Saya menghadapi masalah, saya belajar, saya menyelesaikan masalah itu, saya sangat bahagia. Misalnya saya ingin melukis sebuah gambar, maka saya bisa lupa makan dan tidur untuk belajar. Misalnya saya ingin memainkan sebuah lagu, maka saya bisa mengerahkan tangan hingga berkerak. Misalnya saya ingin mempelajari mekanika klasik, maka saya bisa memegang prinsip-prinsip matematika filsafat alam selama tiga hari tiga malam, ini adalah keadaan belajar yang seharusnya. Dengan kata lain, yang harus dilakukan orang tua bukanlah memberi tahu anak bahwa mereka harus belajar, melainkan membimbing mereka untuk merangsang minat mereka terhadap belajar. Misalnya, mengapa dia ingin melukis sebuah gambar? Kamu bisa membimbingnya menyukai sebuah lukisan. Mengapa dia ingin memainkan sebuah lagu? Karena dia ingin menciptakan lagu favoritnya sendiri. Mengapa dia ingin mempelajari mekanika klasik? Karena dia ingin memahami mengapa apel jatuh ke tanah. Itulah yang akan memicu minat mereka, dan membuat mereka jatuh cinta pada belajar.

Jadi, pembelajaran yang sejati harus seperti bermain game, bisa menemukan kebahagiaan saat menghabiskan malam di warnet. Kamu akan memahami seperti apa sebenarnya belajar, dan mampu bertahan melakukan sesuatu karena apa? Karena dari hati yang tulus menyukainya. Dengan minat sebagai dasar, bekerja keras menjadi bermakna. Kemampuan setiap orang sebenarnya hampir sama, kunci keberhasilan terletak pada minat. Dengan minat yang kuat, kamu secara tidak sadar akan melakukan lebih banyak dari orang lain, bertahan lebih lama, dan lebih baik dari orang lain. Seumur hidup, mereka tidak pernah merasakan kebahagiaan belajar, sehingga tidak bisa merasakan apa itu puncak otak, merasa mati rasa dan menyesal.